Pencegahan Risiko Kanker di Masyarakat Indonesia – Data Global Cancer Statistics (GLOBOCAN) menunjukkan pada tahun 2020 terdapat 19,3 juta kasus kanker baru, dan 10 juta kasus kematian akibat kanker. Pada tahun 2040, akan terjadi peningkatan kasus kanker baru secara global sebesar 47%, menjadi 28,4 juta kasus kanker baru.
Pada tahun 2020, jumlah kasus kanker baru di Indonesia meningkat sebesar 13,8%, mencapai 396.914 kasus. Lima jenis kanker paling umum adalah kanker payudara (16,6%), kanker serviks (9,2%), kanker paru-paru (8,8%), kanker kolorektal (8,6%) dan kanker hati (5,4%).
Dari sisi pembiayaan, penyakit kanker merupakan penyakit terbesar kedua yang harus ditanggung oleh Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial. Pada tahun 2018, Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial mencakup lebih dari 1,9 juta kasus kanker dengan pengeluaran sebesar Rp 2,97 triliun. Pada tahun 2020 jumlah tersebut meningkat menjadi 2,5 juta kasus kanker dengan kerugian sebesar Rp3,5 triliun.
Prof.Dr.dr. Noorwati Sutandyo, Sp.PD-KHOM, dosen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), mengangkat isu tersebut dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam yang disiarkan langsung secara virtual melalui kanal YouTube dan UI Teve pada Sabtu (6/08), dipimpin oleh Prof. Ari Kuncoro, SE, MA, PhD. https://www.century2.org/

Dalam pidato pengukuhannya yang bertajuk “Menurunkan Angka Kejadian Kanker di Indonesia Melalui Upaya Pencegahan dan Pengenalan Faktor Risiko di Seluruh Masyarakat”, Prof. Noorwati menjelaskan bahwa secara umum faktor risiko penyakit kanker dibedakan menjadi faktor non-modified (tidak dapat dicegah) dan dapat dimodifikasi. faktor (dapat dicegah). Genetik, usia, hormon, dan jenis kelamin suatu faktor yang tidak dapat dicegah.
Menurut Prof Noorwati, dalam ilmu kesehatan masyarakat dikenal tiga macam pencegahan, pertama, pencegahan kanker primer dilakukan oleh warga yang sehat untuk menghindari faktor risiko pemicu penyakit kanker, sehingga diharapkan dapat mencegah terjadinya penyakit kanker; kedua, pencegahan kanker sekunder dilakukan untuk mendeteksi kanker secara dini pada kelompok populasi yang berisiko tinggi terpapar kanker; dan ketiga, pencegahan kanker tersier dilakukan untuk mencegah komplikasi dan mortalitas atau kematian pasien kanker dengan meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang usia harapan hidup pasien.
Ia memberikan masukan dari sisi pencegahan primer penyakit kanker, perlu adanya edukasi kepada masyarakat melalui media untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang faktor risiko penyakit kanker, seperti pembagian brosur, penyuluhan oleh yayasan sosial nirlaba, media massa, media sosial. dan puskesmas sebagai ujung tombak fasilitas kesehatan. Kemudian dapat dicegah dengan vaksinasi.
Dalam rangka pencegahan sekunder penyakit kanker, perlu dilakukan pemeriksaan IVA dan pap smear untuk pencegahan kanker serviks dan mamografi untuk pencegahan kanker payudara. Penyaringan yang berkeadilan perlu diupayakan, sehingga tidak terkonsentrasi di kota-kota besar, namun bisa menjangkau daerah-daerah terpencil.
Kita harus melakukan upaya yang serius dalam menyusun peta jalan pelaksanaan pencegahan penyakit tidak menular, khususnya kanker, sehingga kita bisa berbangga dengan perkiraan GLOBOCAN mengenai jumlah penyakit kanker di Indonesia pada tahun 2040 yang diprediksi akan meningkat pesat. Kita semua juga harus bekerja sama secara terpadu untuk membawa kampanye pencegahan kanker ke dalam arus utama pembangunan secara bahu membahu lintas sektor, lintas program dan jajaran yang erat dalam menghadapi tantangan besar ini,” ujarnya menutup pidatonya.
Pada pengukuhan guru besar tersebut, terlihat beberapa tamu undangan yang hadir, antara lain Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Prof. Dr. Ami Asharianti, Sp.PD-KHOM.; Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Prof.Dr. Catharina Suharti, Sp.PD-KHOM, Ph.D, FINASIM.; Direktur Utama Rumah Sakit Kanker

Dharmais, Dr. Soeko W. Nindito.D, MARS; Direktur Utama RS Cipto Mangunkusumo, dr Lies Dina Liastuti, SpJP(K) MARS; dan Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Dr. Rizka Andalucia, M.Pharm., MARS.
Prof Noorwati menyelesaikan pendidikan kedokterannya di Fakultas Universitas Airlangga Surabaya pada tahun 1980. Beliau melanjutkan pendidikan dokter spesialis penyakit dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, lulus pada tahun 1992, dan menjadi konsultan Medis Hematologi Onkologi pada tahun 1999. Selanjutnya beliau meraih gelar Doktor (S3) dari UI pada tahun 2006.
Beberapa karya ilmiah Prof. Noorwati antara lain Harapan Baru dalam Pengobatan Kanker Payudara Triple Negatif: Peran Imunoterapi. Jurnal Internasional Tinjauan Medis dan Laporan Kasus (2020)
Peran MicroRNA dalam Cachexia Kanker dan Pengecilan Otot: Artikel Tinjauan. Jurnal Penyakit Dalam Kaspia (2021); Peran Bermanfaat Aktivitas Fisik dalam Pencegahan Kanker. Jurnal Internasional Tinjauan Medis dan Laporan Kasus (2021); Terapi Nutrisi pada Penderita Kanker.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5 Jilid I (2009); Diagnosis dan Penatalaksanaan Anemia. Kumpulan Naskah Temu Ilmiah Nasional PB PAPDI XII (2014), dan lain sebagainya.